Konsep Ruwatan Islami ala Asep Saeful Bahri

Yang terekam dalam benak orang-orang ketika mendengar kata ‘ruwatan’ identik dan mengarah kepada suatu prosesi/ritual pembersihan energi/aura negatif yang tujuannya membantu seseorang terlepas dari berbagai persoalan dan kesulitan hidupnya, sehingga akan meningkatkan kesuksesan usaha dan perkembangan karier, menghilangkan kesialan dalam dirinya, dan mencapai ketenangan hidup.

Pengertian ruwatan dalam bahasa Jawa kuno, kata dasarnya ‘ruwat’ berarti lebur (melebur) atau membuang. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ‘ruwat’ berarti 1) pulih kembali dari sebagai keadaan semula; dan 2) terlepas (bebas) dari nasib buruk yang akan menimpa. Sedangkan ‘meruwat’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti 1) memulihkan kembali pada keadaan semula; dan 2) membebaskan orang dari nasib buruk yang akan menimpa. Kata ‘ruwatan’ dalam KBBI berarti upacara membebaskan orang dari nasib buruk yang akan menimpa (KBBI, 1999:856).

Dalam penafsiran orang-orang, ruwatan adalah salah satu cara untuk melepaskan diri dari dominasi energi negatif yang dalam bahasa Jawa kuno disebut Sengkala dan Sukerta.Orang yang diruwat adalah orang yang ingin menghilangkan energi negatif (kesialan) berupa sengkala dan sukerta yang melekat pada dirinya. Sengkala atau sukerta itu biasanya sebagai efek dari dosa dan kesalahan yang diperbuatnya, atau dalam istilah lain disebut karma, atau tulah.

Pada zaman sebelum Islam berkembang maju di tanah Jawa, ruwatan biasanya dilakukan untuk melepaskan diri dari sengkala dan sukerta akibat murka Dewa Batarakala. Tanda kemurkaan Batarakala terhadap diri seseorang yang dinyatakan mendapat sengkala dan sukerta adalah kesulitan rejeki, kesulitan jodoh, sakit-sakitan dan sebagainya yang berbau negatif.

Versi lain yang hampir sama, ruwatan itu sebenarnya kepercayaan non-Islam yang berlandaskan cerita wayang. Ruwatan artinya upacara membebaskan ancaman Batarakala ---raksasa pemakan manusia, anak Bataraguru atau raja para dewa. Batarakala adalah raksasa buruk rupa jelmaan dari sperma Bataraguru yang berceceran di laut setelah gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan. Batarakala gemar memakan manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu, seperti kelahiran yang menurut perhitungan kepercayaan tertentu akan mengalami penderitaan (sukerta), juga yang lahir dalam keadaan tunggal (ontang-anting), kembang sepasang (kembar), sendang apit pancuran (laki, perempuan, laki) dan lain-lain.

Bagi kita orang Islam, bila kita memahami benar inti dan tujuan ruwatan itu dilakukan, maka kita akan menemukan bentuk penyimpangan yang akan merusak akidah keIslaman kita. Orang-orang terdahulu melakukan ruwatan dengan tujuan agar terhindar dari kutukan Batarakala (dewanya orang-orang Hindu). Apabila kita sebagai orang Islam melakukan ruwatan dengan tujuan seperti itu, sesungguhnya kita telah berbuat Syirik. Artinya ketakutan dan penghidmatan kita tidak dialamatkan kepada Allah SWT, hal itu berarti kita telah musyrik.

Karena Allah telah berfirman :

"Sekiranya ada dilangit dan bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan."(QS.Anbiyaa’(21):22)

Jika kita mempercayai adanya Dewa Batharakala maka kita telah syirik pada Allah Ta’ala. Allah telah berfirman :

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An-Nisa’: 48)

Jika kita mempercayai adanya kesialan akibat pertanda pada tubuh, kelahiran, tanda-tanda alam dan semacamnya maka dia telah melakukan tathayyur dan ini merupakan bentuk kesesatan.Rasulullah telah bersabda :

Dari Imran bin Hushain Radhiallahu Anhu, ia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda, burung dan lain-lain), yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam."(HR. Al-Bazzaar, dengan sanad jayyid).

Sedangkan apabila prosesi ruwatan itu sendiri dengan adanya bentuk pemujaan kepada selain Allah SWT, dengan media yang kental dengan bentuk kesyirikan seperti sesajen dll, maka ruwatan adalah bentuk kesesatan.


Ruwatan Islami oleh Asep Saeful Bahri.

Ruwatan Islami dalam konteks Asep Saeful Bahri adalah prosesi atau aktivitas spritual yang dalam prakteknya berpedoman pada syariah Islam, dengan tujuan membersihkan sesuatu yang diruwat itu dari aura/energi negatif yang berpengaruh negatif, baik yang ditimbulkan oleh sesuatu bersifat internal maupun eksternal. Yang bersifat internal itu adalah bersumber dari sikap dan perilaku yang diruwat. Sedangkan yang bersifat eksternal bisa bersumber dari luar yang sifatnya misteri.

Pola yang dilakukan oleh Asep Saeful Bahri dalam ruwatan ini sebetulnya jauh dari konteks ruwatan yang umum dilakukan. Sejatinya, prosesi, ritual atau aktivitas spiritual dengan tujuan membersihkan, merevitalisasi sesuatu dari pengaruh aura/energi negatif yang berpengaruh negatif itu hanya meminjam istilah ‘ruwatan’ saja, pada prakteknya ruwatan yang dilakukan Asep Saeful Bahri mempunyai tata cara berbeda yang lebih Islami dan tidak menyimpang dari ajaran Islam


Ruwatan Tempat Tinggal dan Tempat Usaha.

Sebagian orang masih tidak mengetahui apa yang terjadi, apa yang menyebabkan tempat tinggal atau tempat usahanya menjadi lain dari lajimnya. Seperti fenomena, rumah seperti kuburan, banyak unsur diluar nalar yang bersifat misteri terjadi, seperti banyak gangguan makhluk halus. Tiba-tiba tempat usaha jadi sepi, lain dari biasanya, serta banyak gangguan yang sebab-sebabnya bersifat misterius.


Mengapa tempat tinggal atau tempat usaha kita perlu diruwat?

Rumah merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dari rumahlah perjalanan kehidupan seseorang bermula. Kondisi rumah yang nyaman dan menyenangkan untuk ditinggali adalah sumber kebahagiaan bagi para penghuninya. Keberhasilan seseorang dalam kariernya bisa berawal dari rumah. Namun bagaimana bila rumah yang ditinggali kondisinya berubah menjadi tidak nyaman dan tak menyenangkan karena sesuatu hal. Tentunya rumah bukan lagi menjadi seperti ungkapan ‘rumahku sorgaku’, malah rumah ibaratnya menjadi neraka.

Lalu apa yang membuat rumah menjadi tidak nyaman dan tak menyenangkan untuk ditinggali? Penyebabnya bisa dari dalam rumah itu sendiri dan dari luar. Penyebab dari dalam rumah, bisa jadi faktor perilaku antara penghuni rumah. Misalnya pertengkaran yang bermula dari kesalahfahaman, keegoisan masing-masing penghuni rumah, dan lain-lain yang bersifat mengurangi kenyamanan suasana rumah. Hubungan antara seluruh penghuni rumah yang harmonis, tenang dan damai akan menciptakan kondisi rumah dengan suasana yang nyaman untuk ditinggali. Penyebab ini, lebih mudah dicarikan pemecahannya ketimbang penyebab dari luar, yakni tinggal bagaimana mengembalikan keharmonisan hubungan antara seluruh penghuni rumah dan menjaganya.

Faktor kebersihan, keserasian, tata letak isi rumah pun berpengaruh terhadap kenyamanan kondisi dan suasana rumah. Dapat dibayangkan bila kita tinggal di sebuah rumah yang kondisinya kotor dan berantakan, tentu tidak akan merasa nyaman bukan? Dalam tata letak, keserasian menempatkan barang pada tempat yang pas juga berpengaruh, orang China mengenal kaidah-kaidah tata letak di lingkungan rumah dengan ilmu Fengshui. Faktor kebersihan, keserasian dan tata letak lingkungan rumah, merupakan faktor yang bisa dikatakan masih terjangkau nalar umum.

Sedangkan faktor lain yang kadang sulit diterjemahkan dengan akal sehat. Seperti kita banyak mendengar dan menyaksikan, sebuah rumah yang mulanya tidak bermasalah, tenang dan damai, tiba-tiba berubah 180 derajat. Tiba-tiba rumah menjadi tidak nyaman ditinggali, padahal tidak ada masalah dengan hubungan antara seluruh penghuni rumah. Rumah yang tadinya berkesan nyaman, sejuk dan bersahabat, lalu orang melihat rumah dari luar berkesan tidak nyaman dan tak bersahabat.

Faktor itu, kemungkinan pengaruh energi negatif yang salah satunya ditimbulkan oleh pengaruh penghuni lingkungan rumah yang tak kasat mata selain manusia, seperti makhluk halus/jin, dll. Ketika kondisi jasmani dan rohani/spiritual manusia lemah maka gesekan energi/aura yang ditimbulkan dari makhluk halus akan memberi pengaruh buruk pada manusia yang tinggal di lingkungan tersebut. Jin yang memberi pengaruh negatif itu kemungkinan menyukai sebuah tempat di lingkungan rumah untuk dia tinggali. Atau barangkali makhluk halus yang iseng dan berniat mengganggu ketentraman kondisi dan suasana lingkungan rumah.

Pengaruh tersebut bisa berdampak psikologis, misalnya emosi, rentan percekcokan. Dampak psikologis lain, membuat penghuni rumah menjadi malas beraktivitas terutama dalam bekerja, yang pada akhirnya akan membuat kemunduran ekonomi. Bahkan bisa rentan terkena penyakit nonmedis. Maka perlu dilakukan ruwatan untuk mengembalikan kondisi tempat tinggal seperti keadaan semula.

Seperti halnya rumah, tempat usaha pun seperti kantor, pabrik, toko dan lain-lain dapat berubah dari tempat sumber mata pencaharian sumber kehidupan, malah dapat menjadi sumber malapetaka. Selain penyebabnya seperti yang terjadi pada rumah, dapat difahami kondisi perekonomian zaman sekarang, persaingan usaha menjadi tak terhindarkan bahkan semakin ketat. Masih banyak orang untuk memenangkan persaingan usaha tak jarang memakai cara yang tidak fair, menghalalkan segala cara bahkan rela melakukan tindakan di luar batas. Misalnya dengan sihir, guna-guna, mengirimkan pengaruh negatif melalui media makhluk halus dengan bantuan dukun, dan lain-lain yang berupaya membuat tempat usaha agar mengalami kemunduran. Upaya yang dilakukan melalui ruwatan ditujukan untuk membersihkan tempat usaha dari pengaruh energi negatif baik yang ditimbulkan oleh faktor sederhana maupun yang riskan.


Ruwatan dengan Media Air dan Garam.

Pada dasarnya, ruwatan yang dilakukan Asep Saeful Bahri menggunakan media air dan garam, itu saja. Tanpa disertai berbagai macam sesajen seperti ruwatan pada umumnya. Lain dari prosesi ruwatan yang lazimnya memakai mantra atau jampi-jampi tertentu, Asep Saeful Bahri hanya menggunakan doa-doa yang bersifat Islami seperti doa yang bersumber dari Al-Quran dan yang diajarkan nabi dan para wali.

Dasar yang dijadikan pedoman dalam ruwatan ini Asep Saeful Bahri berpegang pada apa yang diajarkan rasul, yakni seperti yang dikemukakan Rasul ; "Hiasilah rumahmu dengan bacaan ayat-ayat Allah. Terangilah rumahmu dengan bacaan Al-Qur’an". Maka dari itu Asep Saeful Bahri dalam meruwat hanya menggunakan media air dan garam yang dibacakan doa lalu dipercik-percikan ke segenap penjuru tempat.